Sekolah Advokasi #1: Merajut Ulang Benang Kusut Konflik Agraria di Indonesia

Kegiatan Sekolah Advokasi #1 ini diselenggarakan sebagai bagian dari program kerja Divisi Advokasi dan Propaganda KAPSTRA yang bertujuan untuk membangun kesadaran kritis dan menanamkan nilai-nilai advokasi secara langsung dari pihak yang terlibat dengan isu yang diangkat. Kegiatan Sekolah Advokasi #1 ini terbuka untuk Mahasiswa PSdK maupun kalangan umum. Pada kegiatan kali ini Divisi Advopro menghadirkan beberapa narasumber antara lain: Pinurba Parama Pratiyudha S. Sos., MA. selaku dosen PSdK, Rikardo Simarmata Dr., S.H. selaku dosen hukum agraria, Muhammad Reza Wahyu Artura Putra selaku perwakilan WALHI, dan Raudatul Jannah selaku perwakilan LBH. Sekolah Advokasi #1 dilaksanakan di Ruang Selasar Timur FISIPOL UGM pada hari Kamis, 11 Mei 2023 serta dipandu oleh dua moderator yaitu Salsabila Faiha dan Shangkala Ethsant Trengganis dengan peserta sebanyak 34 orang. Acara diawali dengan proses registrasi peserta yang dibuka sejak pukul 09.00 WIB.

Kemudian acara dibuka oleh MC, Ovie Salsabila pada pukul 10.10. Dilanjutkan dengan sambutan dari Mas Pinurba selaku Pembina KAPSTRA dan Syarifudin Tamim selaku Ketua Pelaksana, kemudian MC menjelaskan apa saja susunan acara yang akan dilaksanakan kemudian menyerahkan acara berikutnya kepada moderator pertama, Shangkala Ethsant Trengganis untuk melakukan kegiatan Sesi 1: Warta Realita bersama narasumber Rikardo Simarmata Dr., S.H. dan Muhammad Reza Wahyu Artura Putra. Pak Rikardo dan Mas Reza sebagai narasumber menceritakan pengalamannya dalam melakukan advokasi mengenai isu agraria selama ini. Mas Reza menjelaskan banyak sekali konflik agraria yang terjadi di Indonesia, bahkan tidak sedikit masalah agraria tersebut menyebabkan bentrok antara masyarakat dan pihak yang berkepentingan. Beberapa konflik bermula dari lahan pertanian milik warga yang bermata pencaharian sebagai petani namun tanahnya harus digusur karena harus digunakan sebagai lahan pembangkit listrik maupun lahan untuk latihan tempur TNI AD. Seluruh kasus agraria tidak dapat dipandang sebagai satu kasus namun seluruhnya berkorelasi. Menurut Pak Rikardo, konflik agraria bisa berlangsung sampai bertahun-tahun karena berbagai aspek dan bidang. Penyebab dari aspek hukum: diselesaikan secara internal, hukum, dan mediasi. Mengapa hukum bisa memberi sumbangsih bagi konflik agraria yang berlarut-larut? Sektoralisme departemen. Konflik agraria terjadi karena ada beberapa pihak yang mengklaim suatu tempat sehingga terjadi bentrok. Tanah yang dimiliki instansi pemerintah tercatat sebagai tanah milik negara. Sehingga tanah memiliki dua kepemilikan (hukum pertanahan dan perbendaharaan negara). Kedua, menyelesaikan sengketa dengan saling klaim, dan waktu penguasaan warga yang cukup lama. Yang ketiga, penyelesaian konflik agraria yang disebabkan pemerintah karena instansi yang mengeluarkan izin menempatkan posisi sebagai fasilitator dan mediator sehingga terjadi fenomena yang bias karena birokrat kita mindsetnya hanya stempel izin, hak, uang, selesai. Tidak ada mindset mengeluarkan izin artinya saya bertanggung jawab dan berhati-hati dengan izin yang saya keluarkan, sehingga terjadi bentrok antara perusahaan dan masyarakat.

Acara berikutnya yakni Sesi 2: GEBRAK ADVOKASI (Gerak Bersama Aktor Advokasi) yang dipandu oleh Salsabila Faiha. Dalam sesi ini para peserta dibentuk ke dalam beberapa tim dimana masing-masing tim beranggotakan 6 orang. Setelah itu perwakilan kelompok diminta untuk memilih pertanyaan secara acak yang kemudian akan dipresentasikan dalam bentuk ilustrasi maupun penjelasan pada kertas yang telah disediakan. Secara umum sesi 2 membahas 3 pertanyaan besar yaitu: model advokasi yang paling ideal, sikap aktor, dan rekomendasi gerakan advokasi untuk masa depan. Para peserta begitu antusias dalam berdiskusi dan juga menuangkan ide serta pikiran mereka di atas kertas yang telah disediakan. Begitu pula pada saat sesi presentasi, seluruh kelompok tampil dengan baik untuk mempresentasikan hasil kerja mereka. Masing-masing kelompok menjawab pertanyan yang diajukan dengan singkat, padat, jelas, dan mudah dimengerti. Pada sesi ini pula 3 kelompok dengan presentasi terbaik akan mendapatkan hadiah.

Setelah Sesi 2: GEBRAK ADVOKASI (Gerak Bersama Aktor Advokasi) dilanjutkan dengan Sesi 3: Konflik Agraria dalam Kacamata Advokasi dan Pengorganisasian Masyarakat. Masih dengan moderator yang sama, Salsabila Faiha namun dengan 2 narasumber yang berbeda yakni Mas Pinurba selaku Dosen PSdK dan Mbak Nana dari LBH Yogyakarta yang memberikan tanggapan terhadap presentasi teman-teman peserta dan juga membicarakan perspektif konflik agraria baik dari sudut pandang akademisi maupun praktisi hukum. Menurut Mbak Nana, mengapa advokasi masyarakat penting? Karena hari ini perampasan lahan yang dilakukan masyarakat sangat masif (UU penggunaan tanah untuk kepentingan umum). Negara dapat mengambil tanah yang bersertifikat baik secara baik-baik maupun dengan cara kasar. Karena kita punya pengetahuan yang luas maka kita harus terjun sebagai fasilitator. Masyarakat datang ke LBH untuk melakukan pelaporan kasus. LBH Yogyakarta fokus pada kasus struktural (case by system) dari kelompok berpower yang menindas minoritas. Karena mereka punya aparat dan juga kebijakan. Orang-orang pejuang lingkungan di kriminalisasi. LBH Yogyakarta mendampingi masyarakat, mempersenjatai rakyat dengan modal pengetahuan.

Sedangkan menurut Mas Pinurba, mengapa isu agraria penting? Karena agraria berkaitan dengan setiap aspek dalam kehidupan manusia. Dimana kita berdiri, di situ ada ruang. Segala hal yang berelasi dengan tanah itu rumit karena semua orang berkaitan dengan tanah dan itu rumit. Dalam pembangunan sosial, perspektif keilmuan melihat cara bagaimana manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanah menjadi salah satu aspek kesejahteraan seseorang. Ketika ada aspek yang mengganggu dalam kehidupan masyarakat, disitulah kajian pembangunan masuk.

Demikian Sekolah Advokasi #1: Merajut Ulang Benang Kusut Konflik Agraria di Indonesia berlangsung. Setiap sesi dilengkapi dengan sesi interaktif antara narasumber dan peserta berupa tanya jawab dan ditutup dengan pemberian cinderamata kepada narasumber serta foto bersama. Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi peserta mengenai konflik agraria yang terjadi di Indonesia maupun memperluas pengetahuan teman-teman mengenai bentuk-bentuk advokasi yang bisa dilakukan di masyarakat.