Social Development Talk: “Ageing Society: Tantangan dan Respon di Aras Lokal”

Yogyakarta, 12 September 2023 – Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM mengadakan diskusi bertajuk “Ageing Society: Tantangan dan Respon di Aras Lokal” yang merupakan series dari Social Development Talk (SODET). Tujuan diskusi ini untuk memberikan perspektif baru mengenai kesejahteraan lansia. Mengingat peningkatan perekonomian angka berpengaruh positif terhadap harapan hidup. Artinya, semakin tinggi tingkat ekonomi suatu negara, maka harapan hidup warga negaranya juga semakin tinggi. Akan tetapi, semakin banyak penduduk lansia, juga berdampak pada posisinya yang kian rentan. Mengingat lansia dapat menjadi beban pembangunan apabila tidak diintervensi secara holistik.

Acara tersebut dilaksanakan secara luring di Ruang Seminar Timur FISIPOL UGM dengan mendatangkan dua pembicara andal, yakni Rustiyadi selaku Sekretaris Komda Lansia DIY serta Dwi Endah selaku perwakilan dari Direktur Eksekutif Indonesia Ramah Lansia. Kegiatan ini dipandu oleh Galih Prabaningrum, S.Sos., M.A. yang merupakan salah satu dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.

Perbincangan dibuka oleh Rustiyadi dengan memaparkan bagaimana dinamika yang Komda Lansia DIY dalam mendukung kehidupan yang lebih baik bagi para lansia. Pemaparan dibuka dengan diskusi mengenai kesesuaian UU No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dengan kondisi terkini. Ia menjelaskan bahwa UU tersebut dinilai tidak lagi relevan dikarenakan proporsi penduduk lansia semakin besar ditambah dengan hak lansia yang sampai sekarang belum terpenuhi. Ini menandakan bahwa peran pemerintah belum efektif sebagai aktor sentral. Padahal selama ini, pemerintah melalui Komisi Nasional (Komnas) Lansia telah berupaya melakukan upaya terkoordinir dengan menggandeng masyarakat. Akan tetapi, pada tahun 2015 komisi tersebut dibubarkan.

Di tingkat provinsi, muncul inisiatif untuk membentuk Komda (Komisi Daerah) melalui Perda DIY No 3 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Lanjut Usia. Komisi tersebut bertugas untuk memberikan rekomendasi pada Gubernur dalam perumusan kebijakan, strategi, dan program bagi penyelenggaraan kesejahteraan lansia. Selain itu, komda juga berperan sebagai implementor kebijakan sekaligus memonitoring dan mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan. Di sisi lain, mereka juga berperan untuk mengadvokasi serta memediasi para lansia yang mengalami permasalahan. Selain Komda Lansia, terdapat Forum Komunikasi Lembaga Kelanjutusiaan yang bekerja sama dengan Komda Lansia untuk implementasi kebijakan.

Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa saat ini lansia mengalami banyak kendala dalam hidup, seperti beban ganda. Banyak orang tua yang memberikan pengasuhan anaknya kepada nenek/kakeknya. Padahal mereka juga memiliki urusan untuk kepentingan hidupnya. Fenomena ini disebut sebagai grand parenting. Selain itu, para lansia juga mengalami beban psikologis dikarenakan lingkungan yang kurang ideal. Ketidakidealan yang dimaksud seperti, kekerasan verbal, tekanan psiko-sosial, keterlantaran, hingga kemiskinan yang memberikan tekanan hidup berlebih. Selain itu, layanan sosial berbasis keluarga yang tengah eksis acapkali tidak berjalan optimal dikarenakan mayoritas kondisi keluarga saat ini memiliki ekonomi menengah ke bawah. Skema tersebut baru bisa berjalan apabila terjadi pada keluarga yang memiliki ekonomi mapan (menengah ke atas). Oleh karenanya, lansia perlu didorong untuk berdaya, agar beban penghidupan dapat berkurang.

Dwi Endah mengingatkan bahwa proses penuaan adalah keniscayaan bagi semua orang. Individu yang berada di umur diatas 30 tahun, kemampuan organnya akan turun 1% setiap tahunnya. Kemudian, beliau menjelaskan kenapa lansia perlu diberdayakan? Ini didasarkan atas beberapa aspek, pertama fenomena lansia boom. Adanya momen di mana jumlah lansia semakin naik. Kedua, 1 dari 4 lansia mudah sakit, sehingga tidak mampu merawat diri. Hal ini dikarenakan pola hidup yang kurang sehat di masa muda. Terakhir, rasio ketergantungan lansia sebesar 16,76% atau setara 100 individu produktif harus menanggung 17 lansia. Ketergantungan ini selaras dengan adanya fenomena sandwich generation. Fenomena di mana individu produktif menanggung beban orang tua, dirinya sendiri, dan anaknya. 

Berdasarkan permasalahan tersebut, Dwi Endah dan rekannya menginisiasi program sekolah lansia. Tujuan program ini adalah untuk mendukung slogan “living longer, living healthier, and happier”. Melalui kegiatan pembelajaran informal dan mengadopsi jenjang S1(Standar 1)  hingga S3 (Standar 3) terbukti dapat mendorong keaktifan lansia untuk belajar. Dampaknya peningkatan 92% pengetahuan dan sikap hingga 95% terhadap kebahagiaan. Lansia yang tergabung merasa senang karena bertemu dengan teman sebaya, terlebih kegiatan pembelajaran yang diberikan mayoritas menyenangkan, sehingga lansia merasa nyaman. Upaya ini merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan sistem yang ramah lansia. 

Kemudian, beliau menjelaskan mengenai IRL (Indonesia Ramah Lansia) sebagai bentuk kepedulian masyarakat terhadap lansia. IRL merupakan NGO yang dikelola oleh anak muda yang peduli terhadap lansia. Melalui kegiatan pendampingan secara holistik, inovasi program melalui berbagai dimensi (spiritual, fisik, intelektual, sosial, emosional, hingga lingkungan), serta kemitraan dengan berbagai aktor potensial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

advanced divider
Kategori