Artikel ini dimuat portal berita online Menara62, 22 Maret 2021
Oleh: Mohamad Dziqie Aulia Al Farauqi S.I.P., M.A
“Education, then, beyond all other devices of human origin, is the great equalizer of the conditions of men, the balance wheel of the social machinery.” — Horace Mann, 1848
Horace Mann, Seorang promotor Pendidikan asal Amerika Serikat, di tahun 1848 menekankan peran penting pendidikan bagi kehidupan manusia. Pendidikan, melampaui semua instrumen kemanusiaan yang ada, merupakan tonggak ukur kondisi kemanusiaan di zaman tersebut. Sekarang, 173 tahun kemudian, pendidikan seharusnya merupakan hal yang dengan mudah diakses seluruh golongan masyarakat. Namun di daerah-daerah terpencil di Indonesia kenyataannya tidak melulu demikian.
Seperti halnya yang terjadi di Dusun Papagaran Desa Patikalain, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Di balik sisi bukit yang tertanam padi gunung dan pohon pisang, terdapat sebuah sekolah dasar bernama SD Negeri 2 Haruan Dayak. SD ini menjadi saksi bisu terjangan banjir bah dan longsor di pertengahan Januari 2021 lalu. Puluhan relawan dari berbagai daerah telah berangsur-angsur mengunjungi daerah ini dan melakukan aksi kemanusiaan. Mulai dari evakuasi, rehabilitasi, dan restrukturisasi awal aset vital seperti jembatan dan rumah sementara untuk para korban. Dua bulan setelah terjadinya bencana, di SD ini, kami, relawan dari Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC) Kalimantan Timur (13-19 Maret 2021) yang bersinergi dengan Sahabat Misykat Indonesia dan diperkuat tiga relawan dari Keluarga Mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (Kapstra) Universitas Gajah Mada Yogyakarta serta disupervisi psikolog dari Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim melakukan program psikososial dan trauma healing untuk anak-anak penyintas bencana.
Artikel selengkapnya dapat dibaca melalui tautan berikut.