Manajemen Pengunjung

sumber: krjogja.com

Oleh Prof. Dr. Janianton Damanik, Dosen dan Guru Besar Departemen PSdK Fisipol UGM; Peneliti Senior di Pusat Studi Pariwisata UGM

Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 8 Juli 2017

SULIT menyangkal bahwa alam negeri ini sangat indah, unik, dan atraktif. Itulah sebabnya wisata alam menjadi atraksi paling favorit bagi mayoritas wisatawan Nusantara. Setiap hari libur panjang, seperti Lebaran yang lalu, hampir tidak ada atraksi wisata alam yang sepi pengunjung. Hiruk-pikuk, kemacetan, dan kepadatan pengunjung sudah jadi pemandangan biasa.

Di balik keindahan dan kenikmatan yang diberikannya kepada wisatawan, atraksi wisata alam menyimpan ancaman bencana. Ancaman itu nyaris merata dan datang tak terduga. Ini berkait dengan data otentik bahwa sekitar 80% dari 494 kabupaten/kota di Indonesia rawan bencana tingkat tinggi (BNPB, 2011).

Artinya, kenikmatan alam tidak steril risiko karena bencana mengintip setiap saat. Dengan mudah kita bisa menyaksikan faktafakta tentang bencana di destinasi yang meminta korban luka hingga meninggal. Letusan Kawah Sileri, Dieng, beberapa hari yang lalu adalah contoh terbaru.

Bencana alam tidak bisa dicegah, tetapi dimitigasi. Dalam konteks pariwisata, salah satu bentuk mitigasi bencana yang sederhana adalah manajemen pengunjung. Pengunjung perlu diatur sedemikian rupa, sehingga mereka nyaman selama berwisata.

Asumsi dasarnya, pengetahuan mereka terbatas tentang karakteristik fisik dan non-fisik destinasi. Karena itu, wisatawan harus dibelajarkan cara menikmati atraksi secara nyaman. Keamanan dan kenyamanan optimal akan memberikan pengalaman mengesankan bagi wisatawan. Selain itu kendali perilaku wisatawan tetap diperlukan agar tidak menurunkan mutu atraksi. Inilah yang diartikan sebagai manajemen pengunjung.

Pengalaman berkualitas (baca: kepuasan wisata) adalah tujuan kegiatan wisata. Untuk mencapai itu maka perasaan senang, bangga, terbuka, bebas, dan terlindungi harus terjamin bagi wisatawan di destinasi. Sebaliknya, perasaan lelah, kecewa, tertipu, frustrasi, tertekan, ngeri, takut, terancam, dan trauma harus terlepas dari mereka.

Disinilah peran strategis manajemen pengunjung. Meskipun bencana acap datang secara tidak terduga, namun sekarang ini potensinya dapat dideteksi lebih dini berkat kemajuan teknologi. Contohnya, BNPB meluncurkan 3 aplikasi teknologi untuk mendeteksi bencana. Aplikasi teknologi tersebut dapat membantu manajemen pengunjung guna mendeteksi dini potensi bencana di destinasi wisata. Tergantung karakteristik potensi bencana di destinasi, manajemen pengunjung dapat dilakukan dalam beberapa bentuk.

Pertama, membatasi jumlah pengunjung sesuai daya dukung fisik. Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan sumber daya dan memberikan kenyamanan bagi pergerakan pengunjung. Selain memicu ketidaknyamanan, penumpukan pengunjung pada suatu titik lokasi tertentu akan berpotensi merusak atraksi.

Kedua, membuat rute keluar-masuk yang aman dan nyaman bagi pengunjung. Pola satu jalur untuk rute keluar-masuk atraksi wisata perlu dihindari pola, sebab berpotensi mengacaukan pergerakan wisatawan ketika terjadi keadaan darurat. Jadi, polanya bisa melingkar, berbentuk U, atau lainnya. Intinya adalah mengedukasi pengunjung untuk antri, tertib, peduli orang lain, dan efisien dalam beraktivitas wisata.

Ketiga, menyediakan jalur evakuasi yang steril dari rintangan sekecil apa pun dan menjamin keamanan optimal dalam situasi darurat. Banyak atraksi wisata alam berlokasi di tempat yang sempit, terjal, dan curam, seperti: goa alam, kawah, air terjun, dan sebagainya. Lokasi seperti ini mutlak memiliki jalur evakuasi.

Keempat, membuat tanda dan petunjuk tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pengunjung. Risiko buruk bencana alam dapat direduksi dengan ketersediaan tanda dan petunjuk yang berisi peringatan atau larangan. Misalnya, jarak nyaman dari pusat kawah atau larangan susur goa di musim hujan.

Memang masih ada salah tafsir bahwa manajemen pengunjung sarat dengan berbagai batasan-batasan, sehingga merugikan destinasi secara komersial. Karena itu ia sering diabaikan demi meraup keuntungan finansial secara instan, khususnya di musim puncak wisatawan.

Pandangan ini perlu diluruskan. Hasil manajemen pengunjung adalah lonjakan kepuasan wisatawan. Karena kepuasan tinggi, maka kesediaan membayar harga yang lebih mahal juga tinggi. Jadi, manajemen pengunjung yang profesional pasti mampu meningkatkan keuntungan finansial dengan jumlah pengunjung yang proporsional.

Artikel asli dapat diakses melalui tautan berikut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

advanced divider
Kategori