Yogyakarta, 2 Juli 2022 – Divisi Keilmuan dari Keluarga Mahasiswa Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA) dan Pihak Pengembangan Internal Mahasiswa (PIM) telah melangsungkan kegiatan Jejak Petualang di Kotagede “Memaknai Awal Bumi Mataram” pada hari Sabtu pukul 07.00 WIB hingga 13.00 WIB (2/07). Kegiatan ini dilaksanakan secara luring dengan mengunjungi beberapa lokasi menarik di wilayah Kotagede yang menyimpan sejarah panjang mengenai Mataram Islam. Peserta yang turut meramaikan rangkaian kegiatan tersebut merupakan mahasiswa PSdK angkatan 2020 dan 2021, yang selama menjelajah dipandu oleh local guide dengan tujuan membantu menambah wawasan baru terkait cerita mengenai Kotagede.
Peserta Jejak Petualang di Kotagede dibagi ke dalam tiga kelompok dengan rute yang berbeda-beda. Kelompok yang mendapatkan rute 1 melakukan perjalanan di Masjid Mataram – Omah UGM – Bendhung Lepen – Between Two Gates. Selanjutnya, kelompok yang mendapatkan rute 2 menjelajah area Masjid Mataram – Area Makam Raja dan Sendang Seliran – Pasar Kotagede – Between Two Gates. Terakhir, kelompok rute 3 berpetualang di wilayah Masjid Mataram – Benteng Cepuri – Watu Gilang dan Gatheng – Between Two Gates. Kegiatan dibuka dengan pemberian sambutan oleh perwakilan dari PIM dan KAPSTRA, lalu dilanjutkan dengan penjelasan Kotagede secara umum oleh local guide setempat.
Diceritakan bahwa pada mulanya sekitar abad ke-16, Sultan Hadiwijaya menghadiahkan Alas Mentaok (hutan) kepada Ki Gede Pemanahan karena berhasil menumbangkan musuh kerajaan, yaitu Arya Penangsang. Akhirnya, lahan tersebut pun dibangun menjadi sebuah desa kecil yang perlahan mulai makmur. Lantas, setelah Ki Gede Pemanahan wafat beliau digantikan oleh putranya yang bernama Danang Sutawijaya atau dikenal sebagai Panembahan Senopati. Beliau adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mataram Islam, dan Kotagede pun menjadi ibu kota yang digunakan sebagai pusat kegiatan politik, sosial, agama, dan ekonomi dalam masyarakat. Kerjaan ini mencapai puncak kejayaannya dan mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Agung. Namun, pada tahun 1755 melalui Perjanjian Giyanti kerajaan ini terbagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Beberapa peninggalannya pun masih dapat ditemukan pada saat menyusuri Kotagede.
Setelah sesi penjelasan, acara dilanjutkan dengan kegiatan menjelajah sesuai dengan rute yang didapatkan oleh masing-masing kelompok. Pada sesi ini, peserta diajak untuk mengenali dan mengulik lebih mendalam terkait cerita di balik tempat-tempat yang telah didatangi. Setelah rangkaian acara usai, peserta sampai pada sesi penutup yang diisi dengan refleksi atas pengalaman yang sudah didapatkan. Peserta diminta untuk menuliskan kesan dan pesan pada secarik kertas terkait keseruan selama mengikuti Jejak Petualang di Kotagede “Memaknai Awal Bumi Mataram”. Selain itu, peserta juga diminta untuk memberikan keluaran berupa foto ataupun video yang diunggah ke media sosial masing-masing dengan tujuan untuk transfer pengetahuan kepada sesama dan promosi tempat wisata di Kotagede.
Penulis: Khansa Anandya Karin dan Azizah Diva Agustin (Staf Keilmuan KAPSTRA)
Penyunting: Raden Roro Seraphine Kalista Drupadi (Sekretaris KAPSTRA)