Oleh: KAPSTRA FISIPOL
Pada Sabtu, 9 April 2022, Divisi Advokasi dan Propaganda melaksanakan program Sekolah Advokasinya yang pertama. Sekolah Advokasi merupakan rangkaian series diskusi mengenai isu-isu sosial yang diinisiasi oleh Kementerian Advokasi dan Propaganda. Pada kesempatan ini, Sekolah Advokasi mengadakan diskusi yang bertemakan “Sekolah Advokasi #1 Ibu Kota Nusantara: Tunda atau Realisasikan? (Mengupas Urgensi Pemindahan Ibu Kota Baru)”. Program diskusi ini melibatkan 3 narasumber yang akan menyampaikan materi terkait. Di antaranya ada Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si. selaku dosen PSDK UGM, Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A., yaitu peneliti PPKK Fisipol UGM, serta Bhima Yudhistira Adinegara, M,Sc., yakni seorang direktur Center of Economic and Law Studies. Selain mengundang 3 narasumber tersebut, Sekolah Advokasi juga memberikan kesempatan kepada masyarakat umum serta civitas akademik UGM untuk ikut terlibat dalam sesi diskusi.
Diskusi Sekolah Advokasi ini nantinya akan dipandu oleh seorang moderator, yakni Dhefriyan Hassan Maulana (mahasiswa PSdK 2021). Sebelum memulai sesi diskusi, moderator memberikan pembukaan kemudian dilanjut dengan pemberian kata sambutan oleh Kafa Abdallah Kafaa, S.Sos.,M.A. (Dosen Pembimbing KAPSTRA 2022) dan Gloria Evanda Fiko (mahasiswa PSdK 2020). Setelah selesai, moderator membacakan CV narasumber serta tata tertib forum diskusi. Setelah itu, barulah satu per satu narasumber memaparkan materinya masing-masing.
Penyampaian materi dimulai oleh Bhima Yudhistira. Beliau menjelaskan alasan mengapa pemindahan ibu kota negara (IKN) adalah pemborosan dan bukanlah suatu hal yang mendesak. Terdapat urusan lain negara yang lebih mendesak. Beberapa di antaranya, yaitu terjadinya stagflasi, kemiskian, konflik geopolitik, tren suku bunga yang tinggi, serta krisis utang global akibat pandemi. Tak hanya itu, ia memberikan pendapat bahwa keadaan Indonesia saat ini membutuhkan pembangunan sumber ekonomi baru, bukannya gedung pemerintahan. Alih-alih membangun gedung, beliau menyarankan agar dilakukan digitalisasi pada semua elemen —aparatur sipil digantikan oleh robot— untuk efisiensi birokrasi. Alasannya adalah karena beban utang pemerintah cenderung terus meningkat sehingga alangkah baiknya jika dana yang berasal dari utang tersebut difokuskan untuk penanganan pandemi. Lantas, apa yang harus dilakukan terhadap pembangunan IKN? menurut beliau hal yang seharusnya dilakukan saat ini adalah melakukan penundaan pembangunan, peniadaan tambahan urun dana kepada masyarakat, dan penarikan investasi berkualitas seperti ke sektor EBT dan green economy.
Setelah penyampaian oleh narasumber yang pertama, moderator mempersilakan Alfath Bagus untuk menyampaikan materi selanjutnya. Sepanjang materi, beliau menjelaskan tantangan serta prospek yang didapati melalui pembangunan IKN. Penjelasan diawali dengan latar belakang yang berisi fakta-fakta mengenai pemindahan ibu kota. Tak hanya itu, beliau juga memaparkan alasan dibalik perlunya pemindahan IKN. Jakarta sebagai ibu kota sudah terlalu banyak memikul beban seperti banjir, kemacetan, alih fungsi lahan, kemiskinan, dan migrasi. Di sisi lain, pemerintah juga ingin mempertahankan “Indonesia sentris” yang salah satu kriterianya adalah keberlangsungan ketahanan pada ibu kota. Akan tetapi, ibu kota Indonesia saat ini mengalami penurunan permukaan tanah yang akan terus berlangsung sehingga diperkirakan ibu kota suatu saat akan tenggelam. Hal tersebutlah yang mendasari dilakukannya perpindahan.
Prospek dari relokasi ibu kota memanglah terlihat menjanjikan. Beliau tidak menentang adanya pemindahan IKN tetapi menyarankan agar dapat ditunda terlebih dahulu. Keberlangsungan pandemi saat ini adalah sebuah desakan di mana pemerintah harus mengedepankan kebutuhan penting yang harus dipenuhi. Tak hanya itu, faktor lain yang menjadi alasan penundaan IKN adalah pertimbangan partisipasi publik dalam mendukung program relokasi tersebut. Pada intinya, penjelasan dari Alfath mendukung argumen yang telah disampaikan oleh Bhima sebelumnya.
Selanjutnya, materi yang terakhir akan dipaparkan oleh Hempri Suyatna. Pada awal materi, beliau memberikan contoh kegagalan nyata relokasi ibu kota oleh negara lain. Malaysia pernah mencoba memindahkan ibu kota dari Kualalumpur ke Putra Jaya tetapi tidak berhasil. Contoh kegagalan lainnya adalah pemindahan Yangon ke Naypyidaw (Myanmar) dan Rio De Janiero ke Brasilia (Brasil).
Sama dengan materi yang disampaikan oleh narasumber sebelumnya, Hempri menekankan bahwa masih banyak hal lain yang lebih mendesak ketimbang pemindahan IKN ini. Mulai dari masalah kepadatan penduduk yang terkonsentrasi di Pulau Jawa, krisis ketersediaan air (DKI Jakarta dan Jawa Timur), pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi, serta penurunan daya dukung lingkungan (ancaman bahaya banjir, gempa bumi, dan tanah turun di Jakarta). Kemudian, beliau memberikan tanggapan akhir mengenai apa yang harus dilakukan saat ini terhadap relokasi IKN. Terdapat dua hal yang sekiranya memiliki peran krusial. Pertama, membangun IKN harus berupaya memberikan manfaat bagi masyarakat (investasi yang menyejahterakan termasuk kolaborasi swasta atau BUMN). Kedua, rancangan IKN harus disertai dengan “smart city” serta paradigma pembangunan inklusif. Konsep smart city terdiri dari smart mobility, smart living, smart governance, smart environment, smart economy, dan smart people.
Setelah sesi penyampaian materi telah usai, moderator memberikan kesempatan kepada peserta yang ingin mengajukan pertanyaan. Salah satu peserta terlihat melontarkan pertanyaan melalui kolom chat zoom. Ia memberi pertanyaan apakah terdapat dampak positif dari perubahan yang dihasilkan oleh pembangunan IKN. Kemudian, pertanyaan tersebut dijawab oleh masing-masing pendapat dari ketiga narasumber.
Sesi diskusi Sekolah Advokasi berlangsung lancar dan cukup interaktif. Kegiatan diskusi ini tidak hanya melibatkan pihak narasumber saja tetapi peserta juga saling berinteraksi mengulik topik. Setelah kegiatan diskusi dirasa cukup, moderator memberikan penutup dan ucapan terima kasih kepada para narasumber dan juga peserta. Tidak sampai di situ, peserta yang telah mengisi formulir absensi akan mendapatkan e-sertifikat yang dibagikan di kemudian hari. *