Advokasi dan Aktivisme Mahasiswa: Membangun Kepekaan Isu Sosial-Politik dan Aktivisme Keadvokasian melalui Sekolah Advokasi Kedua

Sekolah Advokasi merupakan rangkaian series diskusi isu-isu sosial-politik yang diinisiasi oleh Divisi Advokasi dan Propaganda KAPSTRA FISIPOL UGM. Pada episode kedua ini, Sekolah Advokasi berlangsung secara luring dengan protokol kesehatan di Kampus FISIPOL UGM. Sekolah Advokasi #2 dilaksanakan selama dua hari pada tanggal 30 September 2022 sampai dengan 1 Oktober 2022 dengan mengangkat tema besar “Advokasi dan Aktivisme Mahasiswa”. Tema besar ini dipecah dalam dua subtema pada tiap harinta. Hari pertama mengangkat subtema Membangun Kesadaran Advokasi bagi Mahasiswa PSDK” dan hari kedua mengangkat subtema Advokasi dan Aktivisme Mahasiswa: Sejarah, Esensi, dan Tantangan”. Dua sesi ini dipandu oleh dua orang moderator, Najwa Fadillah Al Munawar (mahasiswa PSDK 2021) dan Haqiqi Charisma Ning Putri (mahasiswa PSDK 2021).

Sesi perdana berlangsung pada Jumat, 30 September 2022. Sesi ini melibatkan dua narasumber sebagai pemantik diskusi, yaitu Gloria Evanda Fiko dan Ramadhani Tareq Kemal Pasha. Keduanya adalah mahasiswa PSDK dengan konsentrasi dan pengalaman tinggi di bidang Advokasi. Tareq yang kerap disapa “Gong” ini merupakan Pimpinan Dema Bidang Kemasyarakatan tahun 2020. Sedangkan Gloria sendiri saat ini menjabat sebagai Ketua KAPSTRA Kabinet Dharma Abhinaya. Kemudian, sesi kekdua yang dilaksanakan pada Sabtu, 1 Oktober 2022 melibatkan dua narasumber untuk mendiskusikan subtema Advokasi dan Aktivisme Mahasiswa: Sejarah, Esensi, dan Tantangan”. Dua narasumber terkait adalah Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia, S.I.P., M.A., Peneliti Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerjasama (PPKK) FISIPOL UGM yang juga sempat menjabat sebagai presiden mahasiswa BEM KM UGM tahun 2017, dan Saghar Septian selaku Koordinator Forum Advokasi (Formad) UGM tahun 2020.

Sesi perdana terlaksana secara aktif dan mengalir antara narasumber dan partisipan. Penyampaiannya yang santai dari Gloria dan Tareq menjadikan diskusi ini hidup serta menarik. Diskusi dibuka dengan cerita pengalaman yang melatarbelakangi ketertarikan mereka pada dunia advokasi dan mengajak partisipan untuk berbagi pengalaman. Dengan kegiatan inilah tersadar bahwa sejatinya kegiatan advokasi selalu hidup dalam keseharian. Hal tersebut lantaran setiap individu pasti memiliki modal sosial dan kekuasaan yang berbeda-beda. Namun, perlu diingat jika advokasi bersifat cair atau tanpa paksaan. Sedangkan, potensi dari modal individu baru bisa terlihat saat dipaksakan. Mahasiswa PSDK mempunyai modal bahasa manipulatif sebagai seorang akademisi serta kedekatan kajian dengan masyarakat dan kesejahteraan yang perlu dioptimalisasikan.


Hari pertama Sekolah Advokasi #2

Gloria dan Tareq sepakat bahwa dalam pelaksanaan advokasi terdapat banyak tantangannya yang perlu diperhatikan, khususnya dalam dunia perkuliahan. Pertama, kegiatan riset atau kajian menjadi tahap yang sering terlewatkan. Kedua, kurangnya pemahaman strategi penyampaian advokasi yang efektif. Ketiga, mahasiswa sering kebingungan menentukan skala prioritas terhadap isu yang hendak dituntaskan. Keempat, terjadi situasi suara ganda akibat minimnya kemampuan menyatukan suara dalam kelompok. Terakhir, kegiatan advokasi justru menimbulkan ketergantungan sehingga menciptakan masalah-masalah baru. Dilanjutkan dengan pemberian closing statement dari hasil diskusi. Ditekankan bahwa hambatan dalam proses advokasi mahasiswa merupakan hal teknis yang terkadang berada di luar kendali mahasiswa. Keduanya juga menegaskan jika politik, aksi, dan aktivisme bukan sebuah pilihan, melainkan jiwa yang seharusnya hadir dalam diri mahasiswa PSDK karena aspek-aspek tersebut mampu menjawab permasalahan sosial di sekitar.

Sesi kedua yang berlangsung pada keesokan harinya dihadiri oleh Alfath dan Saghar. Pemaparan materi diawali oleh Alfath dengan penjelasan sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia yang ternyata diinisiasi oleh Dewan Mahasiswa UGM pada tahun 1950 dan selanjutnya diadaptasi oleh kampus-kampus lain. Menurutnya hakikat advokasi adalah pembelaan terhadap suara-suara yang tidak terdengar, umumnya di perkuliahan meliputi UKT tidak sesuai kemampuan, depolitisasi, kekerasan seksual, dan minimnya fasilitas sekolah online. Dalam proses pembuatan kebijakan dari hasil advokasi harus adaptif, andal, dan kontekstual. Proses tersebut berhasil apabila terjadi komunikasi yang baik saat bernegosiasi. Oleh karena itu, sebagai advokator lebih baik banyak bicara daripada banyak diam. Terakhir, Alfath memberi pesan bahwa individu wajib mengenali potensi dan kecerdasannya agar muncul keberanian bertindak sehingga terwujud kolaborasi kebaikan, serta senantiasa melibatkan Tuhan.

Dilanjutkan diskusi bersama Saghar yang sejak awal menggambarkan advokasi bersifat dilematis dan principle maka tidak masalah apabila berbeda. Namun, perbedaan tersebut tetap memerlukan basis data pada argumennya. Saat ini, ia fokus pada isu politisasi pendidikan dengan contoh diberlakukannya Sumbangan Sukarela Pengembangan Institusi (SSPI) bagi mahasiswa baru UGM. Ia beranggapan jika hal tersebut diakibatkan oleh ketidakmampuan jaringan pendidikan untuk mengcover kasus tertentu walaupun telah terdapat alokasi dana APBN yang besar terhadap pendidikan tinggi. Peranan advokasi pada kasus semacam ini adalah memberi pintu kesetaraan akses beraspirasi. Dalam mencapai peranan itu, dibutuhkan proses dan konsisten karena advokasi bukan hal instan untuk menuju keberdayaan. Ia menutup diskusi dengan mengajak partisipan peka dengan aktivitas birokrasi, di mana yang dimaksud birokrasi adalah orang-orang yang menjalankan kebijakan, bukan institusi.

Hari kedua Sekolah Advokasi #2

Kegiatan sekolah advokasi luring pertama kali pasca pandemi Covid-19 tentu mendapatkan antusiasme besar dari partisipan. Alhasil, dua sesi diskusi episode ini berjalan interaktif dan ringan. Tidak lupa pada setiap sesinya, moderator menutup diskusi dengan penyerahan kenang-kenangan kepada narasumber yang terlibat. Dilanjutkan sesi foto bersama sebagai dokumentasi kegiatan.*

 

Penulis: Divisi Advokasi dan Propaganda KAPSTRA UGM
Penyunting: Tuffahati Athallah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Lainnya

advanced divider
Kategori