Oleh: KAPSTRA Fisipol UGM
Yogyakarta, 31 Oktober 2021 – Kementerian Advokasi dan Propaganda dari Keluarga Mahasiswa Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (KAPSTRA) berkolaborasi dengan Kementerian Advokasi Jejaring Masyarakat dari BEM KM UGM telah melaksanakan kegiatan live in dengan nama Gadjah Mada Volunteering pada Jumat-Minggu, 29-31 Oktober 2021. Kegiatan ini merupakan salah satu wujud partisipasi mahasiswa Universitas Gadjah Mada dalam pengabdian untuk masyarakat. Pada kesempatan ini, KAPSTRA dan BEM KM menggandeng salah satu lembaga advokasi yang memiliki peran besar terhadap pengawalan isu-isu yang berkembang di sekitar Yogyakarta, yaitu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Kegiatan live in dilaksanakan di Desa Kemadang Gunungkidul, Desa Turgo Merapi, Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede, dan Dusun Winong Cilacap. Gadjah Mada Volunteering merupakan kegiatan yang terbuka untuk seluruh mahasiswa UGM. Seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini, termasuk panitia dan peserta, diharuskan sudah vaksin dan menaati protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.
Kegiatan live in di Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunungkidul mengambil isu pariwisata sebagai fokus penelitian. Peserta mencoba membandingkan beberapa pantai di Gunungkidul yang memiliki perbedaan dalam sistem pengelolaan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya intervensi pemerintah serta bagaimana kontribusi dari setiap sektor yang terlibat dalam pengelolaan wisata pantai. Di balik promosi besar-besaran wisata pantai di Gunungkidul, terdapat berbagai ancaman yang harus dihadapi masyarakat lokal. Mulai dari investasi yang mematikan ekonomi lokal hingga intervensi pemerintah.
Selain di Gunungkidul, kegiatan Gadjah Mada Volunteering juga dilakukan di Desa Turgo Merapi. Isu yang diambil di daerah tersebut adalah mengenai penambangan pasir, terutama terkait wacana penambangan dengan menggunakan alat berat. Peserta berkesempatan untuk melihat langsung penambangan manual yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Wacana penambangan dengan menggunakan alat berat secara tidak langsung akan mengancam mata pencaharian masyarakat sekitar dan berpotensi merusak lingkungan, mulai dari keruhnya mata air sampai hilangnya penyerapan air hujan. Masyarakat menggandeng beberapa lembaga advokasi berupaya menghentikan wacana tersebut dengan melakukan penolakan berupa petisi dan pelaporan kepada pihak berwenang. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi penambangan pasir dengan alat berat secara besar-besaran di Krasak dan alam tetap lestari.
Isu lain yang diambil dalam kegiatan Gadjah Mada Volunteering adalah isu identitas dan diskriminasi kelompok gender minoritas. Kegiatan live in dengan isu ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Kotagede, Yogyakarta. Di sana peserta membaur bersama masyarakat dengan membantu pengemasan sembako yang kemudian dibagikan kepada waria lansia. Selain itu, peserta juga diberi kesempatan mengikuti acara Waria Lansia Sejahtera dengan gelaran fashion show dan banyak kegiatan lainnya. Dengan terjun langsung dan berdinamika bersama masyarakat di sana, peserta dapat melihat kehidupan sosial kelompok gender minoritas serta bagaimana upaya-upaya dalam memperjuangkan identitas dan ruang nyaman untuk mereka memperdalam ajaran agama.
Tempat terakhir yang menjadi lokasi Gadjah Mada Volunteering adalah Dusun Winong, Desa Slarang, Cilacap. Kegiatan live in di sana membawa peserta kepada pemahaman baru mengenai upaya penyelesaian permasalahan PLTU. Di pesisir pantai Cilacap, peserta mendapati tidak hanya konflik antara pemerintah dan masyarakat, tetapi juga bagaimana potensi konflik horizontal yang dapat menjadi pemecah gerakan masyarakat. Peserta juga belajar bersama bahwasanya upaya advokasi masyarakat tidak dapat dilakukan dengan cepat dan terburu-buru karena justru dapat menjadi bumerang bagi penyelesaian masalah. Diperlukan alternatif-alternatif lain ketika narasi yang dibawa dalam advokasi masyarakat tidak dapat mempengaruhi tataran kebijakan ataupun saat dialog bersama.
Gadjah Mada Volunteering merupakan wadah belajar bagi mahasiswa untuk melihat permasalahan dengan lebih mendalam melalui terjun langsung di masyarakat. Dengan mengikuti kegiatan ini, peserta diharapkan dapat memahami permasalahan secara mendetail, dengan menghadirkan dua atau lebih perspektif, sehingga mampu menentukan arah dan sikap kebijakan terkait isu atau permasalahan yang terjadi. Peserta juga menjadi mampu memahami pentingnya advokasi masyarakat dan kebutuhannya dalam upaya pendampingan isu-isu yang berkembang di masyarakat.