Oleh Dr. Hempri Suyatna, Dosen dan Kepala Pusat Kajian Social Development Studies Centre (SODEC) Departemen PSdK Fisipol UGM
Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Jumat 22 Juni 2018
PERPUTARAN uang pada masa libur lebaran tidak hanya membawa berkah bagi pusat-pusat perbelanjaan ekonomi modern akan tetapi juga para pelaku ekonomi pasar tradisional. Pasar tradisional atau sering juga disebut dengan pasar rakyat memiliki pesona tersendiri yang dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat khususnya kelas menengah ke bawah untuk berkunjung kesana. Sayangnya, berkah lebaran tersebut tidak berlangsung secara kontinyu. Pascalebaran, omzet pedagang pasar tradisional cenderung terus mengalami penurunan karena gempuran pusat perbelanjaan modern maupun toko modern.
Ekspansi ini terus terasa setiap tahunnya. Data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menunjukkan gempuran toko modern dan minimarket semakin terasa dampaknya. Jika pada tahun 2002 pangsa pasar modern hanya mencapai 25%, namun pada tahun 2016 sudah mencapai 64%. Masih tingginya minat masyarakat untuk berbelanja ke pasar tradisional ini seharusnya menjadi titik tolak bagi pemerintah untuk meningkatkan branding pasar tradisional. Sehingga memiliki daya saing dengan pasar-pasar modern yang semakin menjamur.
Branding pasar tradisional ini menjadi urgen mengingat posisi pasar tradisional sebagai pilar perekonomian rakyat. Keberhasilan pasar tradisional akan berimplikasi pada kesejahteraan ekonomi warga. Demokrasi ekonomi akan terwujud jika pilar-pilar ekonomi rakyat seperti pasar tradisional dapat dirawat dan dikelola secara baik. Program-program revitalisasi pasar tradisional memang banyak dilakukan pemerintah. Akan tetapi program tersebut seringkali hanya berhenti pada aspek bangunan fisik, tidak berlanjut pada upaya branding pasar yang selesai direvitalisasi tersebut.
Branding pasar tradisional akan sangat terkait dengan bagaimana mengubah pola pikir masyarakat mengenai pasar tradisional. Pasar tradisional yang selama ini kumuh, kotor, ndesa dan pasarnya kelas menengah ke bawah harus dicitrakan berbeda. Citra bahwa pasar tradisional sebagai wadah transaksi jual beli yang penuh keramahan, mengandung kearifan lokal dan etalase produk-produk lokal perlu dikampanyekan. Strategi yang dillakukan Pemerintah Kota Solo dapat dijadikan sebagai contoh. Seluruh pasar tradisional yang ada di Solo diberikan label rakyat untuk memperkuat branding pasar ini sebagai pusat aktivitas ekonomi rakyat.
Mengubah perspesi positif masyarakat mengenai pasar tradisional ini juga akan sangat berkaitan dengan bagaimana menanamkan ideologi kepada masyarakat tentang pentingnya membangun kemandirian ekonomi rakyat melalui gerakan bangga membeli produk-produk di pasar tradisional. Jargon bela-beli di pasar tradisional, atau bela-beli di warung tetangga yang marak akhir-akhir ini seharusnya perlu diikuti dengan aksi dan gerakan riil. Pemerintah dapat memberikan contoh untuk merealisasikan gerakan bela-beli di warung dan pasar rakyat tersebut.
Strategi branding pasar tradisional harus dilakukan mengembangkan pasar-pasar khusus sesuai dengan keunikan/keunggulan dari masing-masing pasar. Misal pasar yang memiliki komoditi utama buah-buahan dan sayuran dapar di-branding mengembangkan pasar buah-buahan dan sayuran. Demikian juga unggulan yang lain: satwa, tanaman hias, seni kerajinan, jajan pasar dan sebagainya. Keunikan-keunikan ini perlu terus dioptimalkan dan dipromosikan. Maka penting juga menjadikan pasar tradisional sebagai bagian destinasi wisata. Karenanya sinergi dengan biro/travel perjalanan wisata menjadi penting. Selain destinasi wisata yang dibuka untuk wisatawan umum, pasar-pasar tradisional dapat dijadikan sebagai wahana/sasaran edu-wisata untuk anak-anak.
Untuk mendukung branding pasar tradisional ini, perlu didukung dengan penguatan tata kelola dan manajemen yang baik atas pasar tradisional ini. Bukan sekadar pelayanan pedagang ramah namun pelbagai bentuk dukungan dan pelatihan-pelatihan kapasitas perlu dilakukan. Meskipun berlabel tradisional, akan tetapi keberadaan pasar tradisional ini harus berkembang sesuai dengan perkembangan pola perilaku konsumen.
Di tengah gempuran pasar online yang semakin masif, pasar tradisional perlu juga mengembangkan inovasi-inovasi pelayanan berbasis e-commerce yang menghubungkan pedagang di pasar tradisional dengan konsumen. Aplikasi-aplikasi pelayanan berbasis e-commerce ini dapat dilakukan dengan mengambil pilot project di beberapa pasar tradisional. Strategi-strategi yang ditawarkan harus dilakukan melalui berbagai langkah bentuk riil. Dan promosi yang berkelanjutan baik melalui media sosial maupun berbagai ragam visual branding.
Artikel asli dapat diakses melalui tautan berikut.