Penumpukan sampah di Yogyakarta terus mengalami lika-liku yang belum terang titik penyelesaiannya. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan sebagai lokasi pemrosesan akhir Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kerap mengalami overload kapasitas. Bappeda DIY (2022) mencatat volume produksi sampah di DIY mencapai 1.231,55 ton/hari dan hanya 61,52% saja yang dapat dikelola oleh TPST Piyungan. Apabila tidak ditangani dengan serius maka dapat berdampak pada banyak aspek kehidupan.
Tingginya jumlah sampah yang tidak terkelola di TPST Piyungan, Pemerintah Kota Yogyakarta mengembangkan alternatif kebijakan untuk mereduksi permasalahan sampah dari akarnya, yakni Program Kampung Hijau dan Bank Sampah. Akan tetapi, langkah ini dinilai kurang efektif, sebab dalam pengelolaannya tidak dilakukan secara serius dan berkelanjutan. Selain itu, kurangnya partisipasi dari masyarakat menyebabkan kedua program tersebut tidak berjalan dengan baik. Oleh karenanya, Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan alternatif lain yakni ditingkat keluarga melalui Kebijakan Zero Sampah Anorganik yang berlaku sejak 1 Januari 2023.
Kebijakan ini mendorong elemen masyarakat untuk mengelola sampah anorganiknya secara mandiri atau disalurkan ke Bank Sampah. Namun, mengingat ini merupakan kebijakan baru, perlu dikaji bagaimana pelaksanaan kebijakan dalam mereduksi sampah ditingkat masyarakat. Tujuan inilah yang akhirnya mendorong Tim PKM-RSH yang terdiri dari 5 mahasiswa lintas program studi, yaitu Fachrurizal (Dept Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan), Fadli Putra (Dept Sosiologi), Nadadistya (Dept Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan), Nayla Dhiyaa (Dept Manajemen Kebijakan Publik), Hani Verdiant (Dept Geografi Lingkungan), serta didampingi oleh Kafa Abdallah Kafaa, S.Sos., M.A. untuk melakukan penelitian yang berjudul “Jogja Darurat Sampah: Menelaah Peran Kebijakan Zero Sampah Anorganik dan Kesadaran Masyarakat dalam Penyelesaian Masalah Sampah di Kota Yogyakarta”
Kota Yogyakarta dari dahulu sering kita lihat sampah bertumpuk dipinggir jalan akibat penutupan TPST Piyungan. Memang sudah banyak langkah yang diambil pemerintah dan Kebijakan Zero Sampah Anorganik ini yang terbaru, kami ingin melihat pelaksanaan kebijakan dan pengaruh kebijakan dalam menyadarkan bahkan mengubah perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah – Ujar Fachrurizal
Penelitian tersebut secara umum bertujuan menjelaskan kegiatan pengelolaan sampah yang telah eksis sebelum kebijakan tersebut, dinamika implementasi kebijakan, hingga output yang dihasilkan setelah kebijakan terbit. Penelitian dilakukan selama 4 bulan terhitung sejak bulan Juli-Oktober 2023 dan tim melakukan pengumpulan data primer secara langsung di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta. Subjek penelitiannya meliputi Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, petugas, dan pejaga depo sampah, serta masyarakat Kota Yogyakarta dengan kriteria jarak rumah kurang dari 2 kilometer dari depo sampah.
Penelitian tersebut secara umum bertujuan menjelaskan kegiatan pengelolaan sampah yang telah eksis sebelum kebijakan tersebut, dinamika implementasi kebijakan Zero Sampah Anorganik, hingga output yang dihasilkan setelah kebijakan terbit. Penelitian dilakukan selama 6 bulan terhitung sejak bulan Juni-November 2023 dan tim melakukan pengumpulan data primer secara langsung di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta. Subjek penelitiannya meliputi Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, petugas, dan pejaga depo sampah, serta masyarakat Kota Yogyakarta dengan kriteria jarak rumah kurang dari 2 kilometer dari depo sampah.
Dari penelitian ini, kata Fachrurizal, menghasilkan kesimpulan bahwa sebelum adanya kebijakan tersebut masyarakat masih menggunakan sistem/pola kumpul angkut buang. Pola ini secara sadar dapat menimbulkan kebiasaan buruk masyarakat untuk tidak mengolah sampah sebelum diserahkan ke petugas kebersihan. Inilah salah satu penyebab TPST Piyungan overload.
Tidak hanya itu, awal implementasi kebijakan sempat terjadi mispersepsi dan perselisihan. Masyarakat mengira bahwa kebijakan tersebut hanya melarang membuang sampah anorganik ke depo, padahal esensinya lebih ditekankan pada proses pemilahan dan pengolahan sampah, terutama ditingkat rumah tangga. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tingkat bawah menjadi salah satu penyebabnya.
Meskipun demikian, kebijakan Kebijakan Zero Sampah Anorganik dinilai cukup berhasil secara hasil statistik karena dapat menurunkan sampah yang masuk ke TPST sebesar 87,26 ton/hari atau 29,11% pada semester pertama pelaksanaan kegiatan dibanding akhir bulan tahun sebelumnya. Masyarakat mulai tergerak untuk memilah bahkan mencoba untuk mengolahnya menjadi biopori. Selain itu, secara tidak langsung kebijakan ini mampu mengaktifkan bank sampah pada tingkat komunitas untuk membantu mereduksi dan mengolah sampah
Penulis: Roichan Rochmadi I