Social Development Talks: Bisnis dan Inovasi Sosial: Peran PLÉPAH dalam Menjalankan Misi Bisnis, Sosial, dan Lingkungan

Yogyakarta, 31 Mei 2021—Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM mengadakan diskusi Social Development Talks (SODET) dengan tajuk “Community Driven Innovation through Sustainable Business: Learning from PLÉPAH” pada Kamis (29/07). Tema diskusi pada edisi ini mengikuti tema dari Dies Natalis Departemen PSdK ke-64: “Social Development in The Decade of Ecosystem Restoration”. 

Tujuan dari diskusi ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman ke khalayak publik, terutama terkait peran sektor bisnis dalam agenda restorasi ekosistem. 

Diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan langsung dari kanal YouTube PSdK FISIPOL UGM, SODET menghadirkan Almira Zulfikar M.Ds selaku Co-founder PLÉPAH dan Matahari Farransahat, S.E., M.HEP selaku dosen PSdK UGM.

Diskusi dibuka dengan paparan mengenai awal mula perjalanan PLÉPAH. Pada awalnya ide ini diawali dari organisasi yang bernama Footloose Initiative (FI) yang basisnya para desainer. Dalam menjalankan organisasinya, FI memiliki basis yakni design thinking, explorative, community based dan sustainability. Selain itu, metode-metode yang digunakan oleh FI salah satunya adalah disruptive design yang melihat masalah pada akar terlebih dahulu untuk menciptakan produk yang berkelanjutan. Berangkat dari metode tersebut, kemudian dibuat sebuah pilot project yang dinamakan PLÉPAH. Rintisan ini didasari atas akar permasalahan mengenai sampah dan limbah. 

PLÉPAH adalah sebuah brand yang bekerja dengan para petani pinang di beberapa daerah seperti di Musi Banyuasin dan Jambi. Didasari atas permasalahan limbah kemasan, pelepah pinang yang biasanya langsung dibuang dan dibakar kemudian didesain dan dikembangkan menjadi kemasan makanan yang lebih ramah lingkungan. Dari sisi sosial, proyek ini memiliki tujuan untuk memberi pendapatan alternatif bagi para petani dan masyarakat lokal melalui kerja sama dengan koperasi setempat. “Karena kita bekerja sama dengan koperasi yang memang bisa melakukan transaksi bisnis … PLÉPAH kemudian akan membantu meneruskan produk ke market karena selama ini permasalahan petani ada pada tidak bisa menyalurkan produk yang telah dibuat.” Ujar Almira.

Sesi tanya jawab bersama para narasumber

Pada sesi berikutnya Matahari menjelaskan bisnis dan inovasi sosial secara konseptual. Menurutnya, perlu dibedakan antara inovasi sosial dan kewirausahaan sosial. Inovasi sosial sendiri merupakan ide baru yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang belum terpenuhi. Sedangkan kewirausahaan sosial adalah proses menciptakan dan mengembangkan usaha untuk profit dan mengatasi permasalahan sosial. “Skema kewirausahaan sosial ini sangat cocok di Indonesia dengan sikap sosial yang dijunjung tinggi. Dalam tiga tahun terakhir Indonesia menempati urutan pertama dalam World Social Index, yang salah satu indikatornya adalah bederma dan memberi santunan pada orang lain.” imbuh Matahari.

Dari kedua konsep tersebut, kata kunci yang dapat disambungkan dalam paparan Matahari adalah keduanya sama-sama berupaya dalam proses pencarian peluang untuk memenuhi kebutuhan sosial maupun dalam memperbaiki masalah sosial. Lebih lanjut, dalam menjalankan start up atau bisnis perlu juga untuk melakukan value proposition design (VPD). VPD merupakan sebuah desain untuk mencari sebuah ide bisnis dan mencari nilai kebaharuannya. Hal ini dilakukan dengan harapan jika value proposition sudah didapatkan, jasa atau produk yang ditawarkan pada konsumen dapat diterima. “Hal ini penting untuk dilakukan mengingat fakta bahwa kegagalan start up atau bisnis adalah karena ketidaksesuaian jasa atau produk yang ditawarkan kepada kebutuhan konsumen.” pungkas Matahari.

Penulis: Saqib Fardan Ahmada
Proofreader: Nanda Widyasari

Poster Acara

Berita Lainnya

advanced divider
Categories