Social Development Talks: Melihat Potret Jaminan Sosial di Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi COVID-19

Yogyakarta, 31 Mei 2021—Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM mengadakan diskusi Social Development Talks (SODET) dengan tajuk “Potret Jaminan Sosial di Indonesia Sebelum dan Saat Pandemi COVID-19” pada Senin (31/05). Tujuan dari diskusi sekaligus kuliah umum ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman ke khalayak publik, terutama terkait implementasi program jaminan sosial di Indonesia dan perubahan-perubahan di dalamnya, baik sebelum pandemi COVID-19 maupun setelahnya. 

Diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting dan disiarkan langsung dari kanal YouTube PSdK FISIPOL UGM, SODET menghadirkan Muttaqien, MPH, AAK. selaku wakil ketua Komisi Kebijakan Umum Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 

Muttaqien membuka pemaparannya dengan menjelaskan terlebih dahulu mengenai organ-organ yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia. DJSN sebagai pelaksana amanat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang kemudian di bawahnya terdapat BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara program. 

Menurut Muttaqien, dengan adanya SJSN, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, dan memasuki usia lanjut atau pensiun. “Sebelum ada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat istilah di masyarakat yaitu ‘SADIKIN’ (Sakit Sedikit Miskin) dan ‘JAMILA’ (Jadi Miskin Lagi). Hal ini lantaran masih banyak masyarakat dengan keterbatasan finansial kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan,” tutur Muttaqien.

Selama tujuh tahun pelaksanaan JKN, BPJS Kesehatan telah mengalami beberapa persoalan seperti adanya defisit struktural. Defisit ini ditandai dengan ketidakmampuan BPJS Kesehatan untuk membayar klaim-klaim dari rumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena iuran yang ditetapkan oleh pemerintah. “Hal ini misalnya kalau ada yang jual dengan modal 10.000 maka akan dijual seharga 7.000. Sehingga hitungan ekonomi apapun pasti dia akan rugi”. Hal ini kemudian yang melandasi adanya Perpres 64/2020 yang mengatur ulang iuran sesuai hitungan aktuaria.

“Untuk perbaikan ekosistem JKN, kita membayangkan ke depan JKN adalah program yang unggul dan superior. Jadi orang bangga ketika ke rumah sakit dan menggunakan JKN, begitu juga faskes, senang ketika melayani pasien peserta JKN dengan pembayarannya yang lebih fair.” tutup Muttaqien. 

Saksikan tayangan diskusi ini melalui kanal YouTube kami.

Penulis: Saqib Fardan Ahmada
Proofreader: Nanda Widyasari

Poster Acara

Berita Lainnya

advanced divider
Categories