Yogyakarta, 25 Juni 2021 — Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM mengadakan diskusi Social Development Talks (SODET) dengan judul “Menakar Kemampuan Fiskal Indonesia Menghadapi Aging Population” pada Jumat (25/05). Diskusi ini menghadirkan narasumber Irwanda Wisnu Wardhana, Ph.D., seorang peneliti di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Diskusi dimoderatori oleh Sari Handayani, S.Sos., M.A, Dosen PSdK FISIPOL UGM. Sari membuka diskusi dengan persoalan lansia di Indonesia. Pada 2045, Indonesia diprediksi akan mengalami fenomena penuaan populasi, yang mana populasi lansia mencapai 20 persen dari jumlah penduduk. Rasio ketergantungan pada tahun 2019 menunjukkan angka 15 persen, yang artinya dari 100 penduduk produktif menanggung 15 penduduk lansia. “Fakta tersebut tentunya membutuhkan peran dari pemerintah untuk mengurangi terjadinya dampak negatif yang ditimbulkan. Dampak yang bisa terjadi seperti penurunan produktivitas masyarakat, menurunnya jumlah angkatan kerja, dan terakhir penurunan angka tabungan. Tentunya dalam kondisi ini dibutuhkan kemampuan pemerintah seperti program, kebijakan, dan regulasi.” Demikian pembuka yang disampaikan Sari Handayani.
Irwanda Wisnu Wardhana, Ph.D memulai pembahasan kebijakan fiskal yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Menurut Irwanda, sederhananya kebijakan fiskal bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Tahun 2021, ada tujuh kebijakan strategis kebijakan fiskal Indonesia. “Di sini kebijakan strategisnya dimulai dari sisi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, hingga Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK),” tambah Irwanda.
Selanjutnya, Irwanda memaparkan bahasan tentang dampak aging population terhadap kebijakan fiskal dengan mengambil contoh yang terjadi di Jepang. Menurut Irwanda, meningkatnya pilihan individu untuk tidak berkeluarga dan tidak memiliki keturunan, secara tidak langsung mempengaruhi kondisi sosial dan negara. “Apa yang terjadi di Jepang, jika tidak hati-hati maka bisa saja terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, harus benar dipikir bagaimana caranya meningkatkan peran keluarga, selain tentunya negara memberikan perlindungan sosial,” imbuh Irwanda.
Kondisi penduduk lansia di Indonesia diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Menurut data Kementerian Kesehatan yang disampaikan oleh Irwanda, pada tahun 2019 jumlah lansia 25,9 juta dan akan meningkat menjadi 48,2 juta pada tahun 2035. Respon dari pemerintah adalah mempersiapkan program perlindungan sosial dari baru lahir hingga usia lansia. Mulai dari usia anak (0-6 tahun), usia sekolah (7-18 tahun), usia kerja (19-59 tahun) dan lansia (60 tahun ke atas).
Menurut Irwanda, ada tiga dampak aging population terhadap fiscal sustainability yang terjadi. Pertama, pendapatan negara berkurang dikarenakan penduduk usia produktif menjadi lebih sedikit menyebabkan pembayaran pajak mengalami penurunan. Kedua, belanja negara meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk lansia. Bentuk peningkatan belanja negara seperti belanja kesehatan usia tua dan pembayaran dana pensiun. Ketiga, pembiayaan negara meningkat dikarenakan negara akan melakukan hutang-hutang baru untuk menutupi gap antara pendapatan dan belanja negara.
Dalam penutupnya, menjawab dampak yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak tersebut. “Pertama bisa dilakukan dengan meningkatkan kesuburan, imigrasi seperti yang dilakukan Amerika, dan menjaga produktivitas ekonomi. Lalu mereformasi sistem pensiun dan perawatan kesehatan untuk mengurangi beban fiskal. Serta melakukan tindakan kebijakan publik yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku termasuk siklus hidup dan kesuburan,” tambah Irwanda.
Paparan Irwanda dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama peserta. Salah satunya, Nurhadi, Dosen PSdK FISIPOL UGM berpendapat terkait dengan Program Keluarga Harapan (PKH) lansia saat ini masih menggunakan sistem non-contributory atau murni menggunakan anggaran pemerintah. Nurhadi melanjutkan dengan pertanyaan “bagaimana peluang ke depan agar skema jaminan sosial lansia ini bisa membuka skema lain atau contributory?” Irwanda menjawab, gagasan Pemberian Bantuan Iuran (PBI) itu sudah diterapkan untuk BPJS Kesehatan. Namun, PBI ini relatif kecil dari total kepesertaan yang menanggung seluruh populasi lansia, maka tidak terlalu berdampak iuran yang berasal dari peserta tersebut. Oleh sebab itu, perlu dibuatkan sistem yang lebih baik terkait dengan gagasan mandatory sehingga akan meningkatkan perlindungan sosial bagi lansia dan juga kondisi perekonomian negara tidak terlalu terbebani.
Penulis: M. Farid Budiono
Proofreader: Nanda Widyasari