Reviewer: Fachrurizal Mahendra S. (Mahasiswa S1 PSdK FISIPOL UGM angkatan 2020)
Judul Buku: Rezim Media: Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme, dan Infotainment dalam Industri Televisi
Karya: Iswandi Syahputra
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit: 2013
Kutipan dari Buku: Demokratisasi media merupakan pengaturan, pengendalian, dan perencanaan terhadap kepemilikan, penyebaran informasi untuk penguatan partisipasi dan kontribusi publik terhadap pertumbuhan demokrasi itu sendiri.
Buku ini menjelaskan tentang pertarungan kepentingan antara bisnis, politik, dan peran dari media massa itu sendiri. Televisi merupakan saluran untuk menyuarakan suara publik dalam mengontrol pemerintah. Selain itu fungsi media sebagai pembentuk opini pada diri publik untuk menentukan pilihan politiknya. Namun, yang terjadi pada industri pertelevisian Indonesia adalah ditumpangi oleh beberapa kepentingan bisnis dan politik. Hal inilah yang menjadikan penyimpangan peran televisi sebagai saluran kepentingan publik. Dengan hal tersebut media penyiaran membentuk opini publik yang bukan digunakan untuk kepentingan publik melainkan digunakan pebisnis untuk menyukseskan agenda politiknya.
Selain itu, tekanan dalam industri media terbentuk dengan adanya persaingan antar industri media yang membuat media berlomba-lomba untuk meraih keuntungan ekonomi dan adanya kepentingan politis dari pebisnis dalam media tersebut. Penyimpangan tersebut membuat media menjadi tidak netral dan kurang memihak pada kepentingan publik. Hal ini mengibaratkan media seperti rezim otoriter dan tiran yang cenderung kurang berpihak pada kepentingan publik. Media seharusnya menjadi wadah untuk kreatifitas karya. Namun, penyimpangan terjadi pada media yang berpacu pada persaingan bisnis antar industri media sehingga banyak terjadi duplikasi karya yang secara isi sama, namun berbeda pengemasannya.
Demokrasi yang seharusnya terbentuk dengan netralnya media menjadi hilang dari genggaman publik karena adanya kepentingan terselubung dari pemilik yang memiliki agenda politik dan persaingan bisnis antarmedia. Selain itu, buku ini membahas infotainment yang kurang berbobot. Umumnya, infotainment merupakan acara yang santai dengan informasi yang ringan, tetapi di pertelevisian Indonesia cenderung mengangkat dinamika kehidupan artis yang isinya tidak berbobot.
Buku ini memberikan perspektif lain mengenai industri media yang selama ini jarang diketahui. Halusnya pengemasan karya seakan-akan membentuk media terlihat demokratis, padahal yang terjadi merupakan sebaliknya. Media, terutama pertelevisian di Indonesia, cenderung mengobralkan karya untuk kepentingan pemilik modal dari industri tersebut. Buku ini cocok dibaca untuk menambah wawasan mengenai permasalahan pada industri media. Terutama bagi yang akan terjun dalam kajian media khususnya pertelevisian dapat digunakan sebagai refleksi untuk membentuk media yang demokratis dan kreatif. Selain itu, buku ini cocok sebagai kritik peran media yang menyimpang sehingga diharapkan media dapat kembali digunakan sebagai wadah untuk penyaluran kepentingan publik.